Menghadapi Tantang Dengan 4 Pilar Belajar Dari UNESCO

MENGHADAPI TANTANGAN DENGAN 4 PILAR BELAJAR

Seperti kita ketahui, dewasa ini terjadi perkembangan yang amat cepat dalam berbagai aspek kehidupan, baik di bidang politik, ekonomi, kebudayaan, pertahanan, komunikasi dan sebagainya yang berdampak kepada pendidikan dan pembelajaran.

Tantangan yang bersifat universal ini juga harus di hadapi secara universal pula.

Dalam dunia pembejaran untuk menghadapi dan beradaptasi dengan berbagai tantangan itu UNESCO memberikan resep beripa apa yang disebut empat pilar belajar Four pillars of educations/learning yaitu belajar untuk mengetahui learning to know, belajar untuk bekerja learning to do, belajar untuk hidup berdampingan dan berkembang bersama learning to live together, dan belajar untuk menjadi manusia seutuhnya learning to be. 

Learning to be ini yang diharapkan menjadi sasaran akhir proses pembelajaran. secara ringkas kita akan membahas tentang empat pilar yang dimaksud

4 pilar belajar

1. Learning to Know

Belajar untuk mengetahui learning to know berkaitan dengan perolehan, penguasaan dan pemanfaatan pengetahuan. Hal ini sesuai dengan penegasan Jacques Delors (1966) sebagai ketua komisi penyusun laporan Learning: The Treasure Within, yang menyatakan adanya dua manfaat pengetahuan, yaitu pengetahuan sebagai cara (meams) dan pengetahuan sebagai hasil atau tujuan (end).

Sebagai cara hidup, terkait keniscayaan bahwa manusia memang wajib memahami dunia sekelilingnya, minimal sesuai dengan pemenuhan kebutuhan untuk menjadi makhluk berkehormatan dan memiliki kepercayaan diri, mengembangkan ketrampilan okupasional, serta komunikasi dengan yang lain dari segi tujuan sehingga memperoleh suatu kepuasan karena mendapatkan pemahaman melalui penemuan-penemuan secara mandiri.

Belajar untuk mengetahui berimplikasi terhadap diakomodasikannya, konsep belajar tentang bagaimana belajar learning how to learn, dengan mengembangkanseluruh potensi konsentrasi pembelajaran, ketrampilan mengingat dan kecakapan untuk berpikir. 

Sesuai fitrahnya, sejak bayi, anak kecil harus belajar bagaimana berkonsentrasi terhadap suatu objek dan orang-orang lain.

Proses untuk memperbaiki keterampilan berkonsentrasi ini dapat dimanifestasikan dengan berbagai cara dan dapat dibantu oleh berbagai kesempatan belajar yang berbeda-beda, yang muncul di sepanjang kehidupannya.

Pengembangan keterampilan mengingat adalah suatu wahana yang unggul untuk menanggulangi aliran yang berlimpah dari informasi instan yang di sebarluaskan oleh banyak media pada saat ini.

Sementara itu, berpikir terkait sesuatu yang dipelajari anak, mula-mula dari orang tuanya, kemudian dari para gurunya. Proses berpikir ini harus terkait dengan keterampilan menguasai penyelesaian masalah praktis maupun pengembangan pemikiran abstrak. 

Oleh sebab itu pembelajaran sebagai praktik pendidikan harus mampu mendidik peserta didik untuk menguasai secara sinergis penalaran deduktif sekaligus penalaran induktif yang pada hakikatnya justru menjadi suatu proses yang berbeda arah.

2. Learning to do

Konsep learning to do ini terkait dengan pertanyaan pokok, bagaimana kita mengadaptasikan pendidikan sehingga mampu membekali peserta didik bekerja dengan mengisi beberapa lowongan di masa depan.

Dalam hal ini pendidikan diharapkan mampu menyiapkan peserta didik dalam dua hal.

Pertama berhubungan dengan ekonomi industri.

Kedua mampu berusaha secara mandiri dengan kata lain berwirausaha.

Belajar untuk bekerja learning to do adalah belajar atau berlatih menguasai keterampilan dan kompetensi kerja.

Dunia usaha/dunia industri menuntut peserta didik ketika lulus memiliki kesiapan dalam memasuki lapangan kerja.

Keterampilan dan kompetensi kerja yang harus dikuasai peserta didik harus sejalan dengan tuntutan dunia industri. 

3. Learning to Live Together

Belajar untuk hidup bersama (learning to live together) mengisyaratkan keniscayaan interaksi berbagai kelompok dan golongan dalam kehidupan global yang dirasakan semakin sempit akibat kemajuan teknologi global.

Sepanjang kehidupan manusia secara konstan memperoleh ancaman dari berbagai konflik, tetapi resiko menghadapi itu saat ini sangat tinggi terutama karena dua faktor penyebab.

Penyebab yang pertama adalah potensi luar biasa untuk merusak yang berkembang dalam diri manusia sendiri.

Penyebab kedua yaitu perkembangan media informasi yang luar biasa canggih sehingga berita tentang konflik diberbagai belahan bumi cepat tersebar luas. Dan hal ini sedikit banyak telah berpengaruh terhadap diri manusia.

Pertanyaan yang mendasar yaitu "Dapatkah kita mendidik diri sendiri untuk menghindari konflik? Mampukan kita menyelesaikan konflik secara damai? Dapatkan kita hidup berdampingan secara damai untuk memperoleh kemaslahatan bersama? Dan jawabannya adalah tentu dengan usaha terus-menerus tak kenal lelah dan tidak kenal putus asa melalui dunia pendidikan.

4. Learning To Be

Belajar untuk menjadi manusia yang utuh learning to be mengharuskan tujuan belajar di rancang dan diimplementasikan sedemikian rupa, sehingga Pembelajar menjadi manusia yang utuh serta paripurna. 

Manusia yang utuh adalah manusia yang seluruh aspek kepribadiannya berkembang secara optimal dan seimbang, baik aspek ketaqwaan, terhadap Tuhan, intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan sosial dan kecerdasan spiritual.

Untuk mendapatkan hal itu diperlukan individu-individu yang mampu serta banyak belajar dalam mengembangkan beberapa aspek di dalam dirinya.

Moral yang kuat wajib ditunjang oleh keimanan. Dan inilah yang diharapkan sehingga mampu memandu pembelajaran untuk belajar menghargai orang lain.

Implementasi keempat pilar pendidikan seperti yang dicanangkan UNESCO ini dapat di lihat dalam konsideran yang dilandasi Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam kaitan ini, reformasi pendidikan yang melahirkan visi pendidikan nasional di Indonesia yang mencakup 3 hal.

1. Penyelenggaraan pendidikan dinyatakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Di dalam proses tersebut harus ada pendidik yang memberikan keteladanan dan mampu membangun kemauan, potensi serta kreativitas peserta didik.

2. Adanya perubahan pandangan tentang peran manusia dari paradigma manusia sebagai sumberdaya pembangunan secara utuh.

3. Adanya pandangan terhadap perbedaanpeserta didik yang terintegrasi dengan sosio-kulturnya dan pada gilirannyaakan menumbuhkan individusebagai pribadi dan anggota masyarakat mandiri yang berbudaya.

Jika kita melihat pada jargon-jargon yang di pergunakan di dalam menyusun konsideran Peraturan Pemerintah tersebut, maka terlihat jelas arah pendidikan dan pembelajaran di Indonesia akan ke mana, serta konsep pendidikan dan pembelajaran apa yang sedang diminati di Indonesia. 

By. Fitria Ratnawati

NPA. 01180500096


Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Perkembangbiakan Vegetatif dan Generatif Pada Tumbuhan

Kepergian Sang Panglima

SYAIR PENA PENGUBAH WARNA KESEDIHAN